Berikut beberapa moral hazard yang saya temukan selama saya berkecimpung di dunia BPJS:
- Dokter berupaya untuk meningkatkan tarif dengan memperbanyak kemungkinan diagnosa pada pasien.
- Pasien diminta datang berulang kali, secara tidak langsung mengakibatkan tarif tagihan pasien untuk dokter semakin besar. Rujukan balik seakan tidak lagi berlaku.
- Klinik/puskesmas hanya berupaya melakukan pemberian rujukan, tidak lagi melakukan pemberian pengobatan bahkan promotiv. Memang tidak semua demikian, tetapi sebagian besar melakukan hal demikian.
- Sampai ditulisnya tulisan ini, BPJS tidak bekerja sama dengan Bidan. Tetapi banyak bidan yang menganggap bahwa Bidan bekerja sama dengan BPJS. Ini diindikasikan karena si bidan merupakan bidan klinik/puskesmas yang bekerja sama dengan BPJS. Tindak kecurangannya adalah si bidan melaporkan pasien yang berkunjung ikut dilaporkan di klinik/puskesmas, meskipun bidan tidak mendapatkan keuntungan dari pasien secara langsung, tetapi mendapat keuntungan dengan cara lain.
- Untuk pasien peserta mandiri, sesuka hati menuntut hak padahal dia baru membayar premi beberapa kali saja. dan setelah kesehatan diperoleh, pasien tidak lagi membayar premi.
- Peserta yang mempunyai penyakit seperti jantung, paru, dan lainnya karena disebabkan gaya hidup, belum menjadi masalah. Seharusnya peserta JKN seperti ini tidak berhak mendapatkan pelayanan.
BPJS memang sangat bagus untuk kesehatan masyarakat, bahkan program semacam ini dianggap berhasil di banyak negara. Tetapi khusus di Indonesia, sepertinya akan gagal, karena di Indonesia masih menggunakan asaz welas asih.
0 komentar:
Posting Komentar